Rabu, 11 April 2012

cerpen :Pengemis Cerdik



Selamat pagi, itulah sapaan pagi yang selalu kuterima dari teman-teman kost suka family 10 full of love. Sifat Kekeluargaan dapat kurasakan begitu kental dan tetap terjaga. Kebersamaan disaat-saat suka maupun duka membuat aku semakin betah dengan mereka. Meskipun terkadang norak tapi membawa senyuman dan terpatri dihati.  Pagi ini kami berencana menjenguk salah satu teman kost kami yang sedang dirawat dirumah sakit karena mengidap penyakit tifus yang sudah cukup parah.
Kami berangkat bersama menaiki angkutan bus mini khas medan yang cukup panas dan sumpek jika dipadati nafas-nafas kehidupan yang ingin menaikinya. Tiba-tiba angkot yang kami tumpangi berhenti karena rambu lalu lintas berubah warna menjadi cabe merah, dan tiba saatnya menunggu sicabe merah berubah warna menjadi daun selidri.
Disaat hati sedang galau seperti ini, datanglah sesosok anak kecil nan polos dengan mengenakan kaos, celana pendek plus menenteng sebuah alat musik yang sednag digandrungi kaula muda, gitar. Dengan mengucapkan salam, dia langsung memainkan musiknya sambil menyanyikan lagu. Dari parasnya dapat terlihat jelas dia masih anak menengah pertama. Namun, kegigihannya dalam mencari nafkah sangatlah tidak terduga. Masih kuingat aku waktu itu, dimasa SMP dulu aku hanya bermain bersama temanku tanpa memikirkan makanan apa yang akan kumakan esok harinya. sicabe merah pun memberikan kesempatan kepada daun selidri agar memperlancar lalu lintas. Sang penghibur itupun selesai, dengan wajah memelas dia memohon belaskasihan penumpang. Tangannku pun tak kuasa menahan jemariiku melangkah menjatuhkan koin ke mangkuknya. Senyum gembira terpancar darinya, dapat kurasakan betapa sungguh bahagianya dia mendapat hasil yang cukup dari penumpangi dihari ini.
Angkot pun berlaju, dan melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, terdapat sekitar 12 lampu lalu lintas yang kami lewati. Dan yang paling anehnya, tiap ada lampu merah, selalu ada hal yang serupa dengan kejadian tadi seperti pada saat dilampu merah pertama. Aku pun mulai kelabakan, setiap lampu merah kalau gak pengamen pasti pengemis yang datang mendekati angkot berharap ada yang membagikan sedikit rejeki bagi mereka. Kek gini terus tumpur juga aku, tapi masih tetap saja tanganku tak kuasa menahan untuk tidak memberi (ciee cieeee, sok baeq... preeeeeeeettttttt). Teman-temanku hanya senyum padaku.
 “baek kalilah kakakku ini, setiap ada pengamen selalu dikasihnya”
“hahahhaa, gak salah kita bagi sikit rejeki kita”
“tapi kita kan masih didanai kak, ongkos besok pun aku masih mikir dari mana”
“beuughhh, nipu kau...., pindah agama kalau percaya ma kau”
“janganlah kak, jangan ampe gak jadi. Wkwkwkkw”
Semuanya jadi  tertawa, emanglah lawanku cakap ini salah satu cewek yang suka ngeles. Dikit-dikit bikin ketawa, tapi terkadang ngejengkelin. Yah walaupun begitu kami tetap terima semuanya (hahahahaha, inilah keluarga kost 10 terima apa adanya bukan ada apanya).
Udah mulai ngawur nie ceritanya, hmmmmm, lanjut lagilah ke topik awal.
Tibalah kami ke lampu merah terakhir, kami pun turun dari angkot dan memberi ongkos sesuai dengan jumlah kami. Nah, pada saa kami turun tiba-tiba ada sesuatu yang menarik tas Jeje, dengan sigap Jeje berbalik dan melihat sesosok lelaki tua yang duduk memakai sarung sembari mengangkat mankuk kearah kami. Dengan nada sinis Jeje langsung menjawab “maaf ea pak”
“lhaaa, koq gak dikasih Je? Kan kasihan, kakinya puntung lagi” ujarku dengan nada kasihan
“oala kak, gak usah. Nipu itu semua. Yoklah kita nyebrang lagi lampu merah.”
Kami pun mengikuti Jeje menyebrang dan menunggu angkutan umum lagi menuju rumah sakit. Sekitar lima menit kemuudian, angkot yang kami tunggu belum juga datang. Inilah memang kalau  lokasinya agak sudut dikota medan ini, pasti angkotnya sekali setahun lewat (hehehehe, berle.. J). Tiba-tibaa....
“oalaaa kak, betul yang dibilang Jeje itu.. lihatlah itu..” sambil menunjuk pengemis yang mendatangi kami tadi.
Ternyata ehh ternyata, dia bisa jalan.
“sialan, ketipu kita..” jawabku
“makanya kak, jangan terlalu percaya ma yang kek gituan. Mending aku ngasih ma pemngamen daripada pengemis karna pengamen itu kasih nilai plus. Ibarat kata kita barteran, kita terhibur dia dapet hasilnya. Nahh, kalau pengemis gak ada” tutur Jeje.
Gawat Indonesia ini bah ....!!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar