Makalah
ANALISIS
NASKAH DRAMA “BOM WAKTU” N.RIANTIARNO DENGAN PENDEKATAN STRUKTURALISME
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberi rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Analisis Kajian Drama “BOM WAKTU” karya N.
Riantiarno dengan Pendekatan Strukturalisme.”
Dalam hal ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Muharina Harahap, S.S, M.Pd yang
telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini. penulis juga berterima kasih
yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan yang telah memberikan penulis
motivasi dan dukungan hingga makalah ini dapat penulis selesaikan.
Penulis menyadari
bahwa dalam Makalah ini masih banyak kekurangan kalau dibaca lebih teliti,dan
masih perlu penyempurnaan untuk masa mendatang. Oleh karena itu,segala tegur
sapa dari semua pihak yang sifatnya membangun,akan penulis terima demi
penyempurnaan makalah ini. penulis
berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih.
Medan,
Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata
Pengantar..................................................................................... i
Daftar
Isi.............................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan............................................................................. 1
BAB II
Pembahasan............................................................................. 2
A. Teori Strukturalisme Genetik
.............................................. 2
B. Analisis Strukturalisme Genetik
.......................................... 2
1. Kajian Unsur
Intrinsik................................................ 2
a.
Tema............................................................... 2
b.
Tokoh............................................................. 3
c.
Plot................................................................. 4
d.Latar................................................................ 5
e.
Amanat........................................................... 5
f. Gaya Bahasa ………………………………… 6
2.
Hubungan Karya sastra Pada Pengarang …………… 7
a.
Biografi Pengarang …………………………. 7
b.
Pengarang dengan karya sastra ……………... 7
BAB III Kesimpulan…………………………………………………… 8
Daftar Pustaka ………………………………………………………… 9
Lampiran ………………………………………………………………. 9
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial
budaya, artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius,
kemudian dengan elegannya mencipta suatu karya sastra. Suatu karya sastra
tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran, refleksi, dan rekaman
budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri, dan
masyarakat
Strukturalisme genetik (genetic structuralism) adalah cabang
penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Ini merupakan bentuk
penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya. Konvergensi
(keadaan menuju satu titik pertemuan) penelitian struktural dengan penelitian
yang memperhatikan aspek-aspek eksternal sastra, dimungkinkan lebih demokrat
(Endraswara Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta, 2003 : 55).
Secara definitif Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang.
Secara definitif Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang.
Naskah drama “bom waktu” merupakan jenis naskah tragedi
komedi karena dilihat dari prinsip-prinsipnya yaitu konyolnya tokoh utama dalam
naskah ini (Julini) namun lemah, ceritanya konyol dan menghibur namun sarat
krtitik sosial. Naskah ini masyarakat kecil yang tersingkir, hidup seperti
belatung di comberan bau bacin. Mereka yang hanya bisa menatap bulan, memandang
kenewahan dari balik etalase tokoh. Mereka yang dianggap najis, sumber maksiat,
dan tanpa moral. Mereka yang selalu dilukai dan tak sanggup membalas, apalagi
melukai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme Genetik memiliki implikasi yang lebih luas
dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ulmu kemanusiaan pada umumnya. Secara
definisi Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan
perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa strukturalisme
genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan
ekstrinsik. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturalisme
genetik.
Secara definitig Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Secara definitif strukturalisme genetik Parus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjektransindividual, dan pandangan dunia.
Secara definitig Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Secara definitif strukturalisme genetik Parus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjektransindividual, dan pandangan dunia.
B. Analisis/Kajian Strukturalisme
Genetik
Naskah
Drama Bom Waktu (Trilogi Opera Kecoa)
Karya
Norbertus Riantiarno
Dalam naskah drama Norbertus Riantiarno yang berjudul Bom
Waktu (Trilogi Opera Kecoa) kami mengkaji dengan pendekatan Struktural Genetik.
Kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan ke dalam tiga
langkah dan satu langkah adalah makna totalitas yaitu:
1.
Kajian Unsur Intrinsik
a. Tema
Pengertian tema sebagai salah satu unsur karya sastra maupun
untuk mendeskripsinya pernyataan tema yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah
cerita karya sastra.
Tema
tentang ketidakadilan. Ketidakadilan dalam naskah drama Bom Waktu terlihat
antara golongan kaya atau yang berkuasa dengan orang-orang yang bermukim di
sekitar tempat pelacuran di bawah Tanggul sungai (golongan miskin).
b. Tokoh dan Penokohan
Analisis
Tokoh dan Penokohan Naskah Drama “Bom Waktu”:
1.
JULINI
tokoh Julini berjenis karakter: berkelamin laki-laki ,Sedangkan
psikologisnya berkarakter seorang pria yang mempunyai kepribadian seperti
wanita dan memiliki penyimpangan sexual (berhubungan dengan Roima), ia
memdambakan hubungannya dengan Roima dilegalkan melalui ikatan pernikahan. Ia
juga memliki hubungan terlarang dengan Tibal walaupun hanya beberapa jam. Ia
adalah seorang yang suka merayu, romantis, dan puitis.
2.
ROIMA
Fisiologis tokoh Roima berjenis karakter: berkelamin
laki-laki yang maco hingga Julini tergila-gila padanya. Sedangkan psikologisnya
berkarakter seorang pria yang kasar dan cemburuan.
3.
JUMINI
Fisiologis tokoh Jumini berjenis karakter: berkelamin wanita
,Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang “stress”, yang menipu
perasaannya sendiri (“berpacaran” dengan bulan), seorang yang tidak menerima
kenyataan bahwa suami dan anaknya telah meninggal.
4.
KUMIS
Fisiologis tokoh Kumis berjenis karakter: berkelamin
laki-laki, berkumis, tinggi besar. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang
laki-laki/bagian aparat hokum yang suka menindas, memperlakukan tidak adil
terhadap orang miskin yang bermukim di daerah sekita Tanggul sungai. Ini terlihat
dari dialog halamam 131-135 dalam naskah drama Bom Waktu bagian pertama Trilogi
Opera Kecoa. Ia juga seorang yang licik dan tidak bertanggungjawab.
5.
BLEKI
Peran tokoh yang dimainkan Bleki termasuk ke dalam tokoh
foil, mempunyai karakterter berbentuk flat (datar) karena dalam naskah drama
Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita selalu
mengikuti perintah Kumis.
Fisiologis
tokoh Bleki berjenis karakter: berkelamin laki-laki berkulit hitam, ini dirujuk
dari nama panggilannya dari Kumis. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang
laki-laki yang menjadi bawahan Kumis, yang selalu manut apa yang dikatakan
Kumis.
6.
ABUNG
Peran tokoh yang dimainkan Abung termasuk ke dalam tokoh
Raisoneur, mempunyai karakterter berbentuk round (bundar) karena dalam naskah
drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita
tokoh Abung hanya bermonolog sindiran.
7.
TARSIH
Peran tokoh yang dimainkan Tarsih termasuk ke dalam tokoh
deutragonis, mempunyai karakterter berbentuk round (bundar) karena dalam naskah
drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita
merupakan seorang pelacur yang kemudian berubah nasib menjadi istri muda Camat
yang hidupnya sudah bergelimang harta, tetapi kemudian ia kembali menjadi
pelacur lagi karena dilabrak istri tua Camat. Fisiologis tokoh Tarsih berjenis
karakter: berkelamin wanita cantik karena ia menjadi kembang di tempat
pelacuran. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang mendambakan
kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik.
8.
KASIJAH
Peran tokoh yang dimainkan Tarsih termasuk ke dalam tokoh
utility, mempunyai karakterter berbentuk flat (datar) karena dalam naskah drama
Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena awal sampai akhir cerita
ia selalu berpihak kepada Julini dan Tarsih dan ia tidak menyukai aparat
(Kumis) dan pejabat (Camat). Fisiologis tokoh Kasijah berjenis karakter:
berkelamin wanita dan bekerja sebagai pelacur di tempat yang sama dengan Julini
dan Tarsih bekerja. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang
pesimis dan pasrah dalam menjalani kehidupan sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).
c. Plot
Pada naskah drama Bom Waktu, menggunakan plot progresif
(maju). Terlihat dari:
v Pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan
v Pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan
Di dalam cerita Bom Waktu menggunakan plot padat berdasarkan
kriteria jumlah. Peristiwa-peristiwa dikisahkan susul-menyusul secara cepat. Di
samping cerita disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi
susul-menyusul dengan cepat. Hubungan antar peristiwa juga terjalin secara
erat. Antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain tidak dapat
dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Setiap peristiwa yang ditampilkan
terasa penting dan berperan menentukan dalam rangakaian cerita itu.
v Pembedaan plot berdasarkan kriteria jumlaah
Naskah Bom Waktu menggunakan plot sub-plot berdasarkan
kriteria jumlah. Ini terlihat dari cerita dalam naskah itu memiliki lebih dari
satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang
dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya.
Struktur plot sub-plot berupa adanya sebuah plot utama (main plot) dan
plot-plot tambahan(sub-subplot). Secara keseluruhan plot utama lebih berperan
dan penting daripada sub-subplot itu. Sub-plot, hanya hanya merupakan bagian
dari plot utama. Ia berisi cerita “kedua” yang ditambahkan yang bersifat
memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung
efek keseluruhan cerita (Abrams, 1981: 138)
d. Setting atau Latar naskah drama
Bom Waktu
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadi peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175).
Settingnya di:
-
Bawah jembatan Jakarta
-
Di atas tanggul sungai
-
Di gubuk Julini
-
Di dalam pos hansip
-
Di kantor pak camat
e. Amanat
Amanat yang disampaikan kepada golongan atas ( para pejabat
pemerintahan) agar tidak memperlakukan rakyat miskin secara sewenang-wenang.
Selain itu terdapat amanat yang tersirat pula, yaitu agar para pejabat (kecil
maupun besar) tidak menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan
pribadi dan untuk menindas rakyat miskin. Amanat yang disampaikan penulis
(N.Riantriano) nampak menonjolkan untuk segi ekonomi, sosial budaya, dan
politik.
Dari segi ekonomi, disimpulkan bahwa amanat yang ingin
disampaikan penulis yaitu adanya ketimpangan antara golongan atas dengan rakyat
miskin yang dikisahkan dengan masyarakat kecil yang sangat sulit mencukupi
kehidupannya, sehingga bekerja sebagai pekerja seks komersil, tetapi golongan
atas tidak memperdulikan hal tersebut, bahkan menindas rakyat miskain dengan
menggunakan kekuasaannya.
Dari segi sosial budaya, amanat yang ingin disampaikan
penulis yaitu agar jangan menganggap para pekerja seks komersil seperti sampah,
tetapi kita harus melihat dan berpikir apa yang melatarbelakangi mereka bekerja
sebagai pekerja seks komersil, dan bagaimana kita menyikapi penyimpangan norma
adat, hukum, dan agama yang digambarkan penulis dengan tokoh banci yang
diperankan oleh Julini, dengan sikap positif yang memerlukan pendekatan dalam
menyikapinya dan bukan menganggap mereka bagai sampah yang kemudian menjadi “penyakit
masyarakat”.
Selain itu ada juga makna yang ingin disampaikan penulis
dari segi politik yang tersirat dengan pengarang ingin mengkritik pemerintah.
Hal ini bisa dilihat dari petikan dalam naskah. “Terima kasih sebesar-besarnya
kepada mereka yang telah memungkinkan terselenggaranya pemilihan umum ini. Dengan
berakhirnya pemilu yang telah berjalan dalam keadaan tertib-aman-damai-saling
menghormati, dunia luar akan tahu bahwa negara kita adalah negara hokum yang
telah menjalankan pesta demokrasi dengan sangat sukses…luber dan jurdil…”
f. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan N. Riantiarni dalam naskah drama
Bom Waktu memakai gaya bahasa sehari-hari yang diperankan oleh setiap tokohnya.
Namun ada beberapa bahasa serapan Inggris dan bahasa Belanda yang digunakan
pada peristiwa-peristiwa tertentu, seperti kata stone yang dikatakan Bleki saat
Kumis pingsan. Kata ben je gek (halaman 47) dalam bahasa Belanda dan Inggris
yang berarti Komandan gila! yang dikatakan oleh penyanyi saat Kumis memaki
nyanyian penyanyi itu.
2.
Hubungan karya sastra dengan pandangan pengarang
a. Biografi Pengarang
Norbertus Riantiarno (lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni
1949; umur 60 tahun), atau biasa dipanggil Nano, adalah seorang aktor, penulis,
sutradara dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977). Dia adalah
suami dari aktris Ratna Riantiarno. Nano telah berteater sejak 1965, di kota
kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di
Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Ia bergabung dengan Teguh Karya,
salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer
pada 1968.
Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. Hingga 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi. Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
b. Hubungan Pengarang dengan Karya Sastra
Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. Hingga 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi. Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
b. Hubungan Pengarang dengan Karya Sastra
Jika dikaitkan hubungan pengarang (Norbertus Riantiarno)
dengan karyanya (Bom Waktu) ada keterkaitan. Hal ini bisa dilihat dari latar
belakang pengarang yang berasal dari keluarga yang tinggal di Pesisir yang
umumnya perekonomiannya menengah kebawah. Jika di lihat dari latar belakang
ini, tentulah pengarang tahu betul bagaimana keadaan atau kondisi yang di alami
oleh masyarakat ekonomi menengah kebawah(miskin), tak terkecuali masyarakat
miskin di Ibu Kota Jakarta yang dalam naskah ini yaitu masyarakat yang tinggal
di daerah lokalisasi.
BAB III
KESIMPULAN
Naskah “bom waktu” karya N.Riantiarno merupakan naskah ya
berkisah tentang masyarakat kelas bawah yang selalu tertindas dan ditindas yang
hidup di gorong-gorong, di kolong jembatan, di kawasan kumuh yang jorok dan
gelap dan selalu tersingkir. Jika dikaji melalui pendekatan struktural genetik
naskah ini bisa mewakilkan keadaan social masyarakat kecil di Jakarta khususnya
dan di Indonesia pada umumnya yang pada naskah ini diwakilkan oleh para pelacur
dan waria. Dalam naskah ini pengarang yang memiliki latar belakang social
sebagai kaum pesisir yang umumnya miskin benar-benar bisa menggambarkan
bagaimana nasib rakyat kecil. Naskah ini sarat dengan kritik-kritik social, dan
pengarang juga mengkritik pemerintah orde baru (kebijakan, aparat keamanan dan
pejabat pemerintah) yang pada saat itu banyak merugikan rakyat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi
Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Andy Asmara. 1983. Apresiasi Drama
(Untuk SLA). Yogyakarta: CV Nur
Cahaya.
Andre Hardjana. 1993. Kritik Sastra
Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
________. 1989. Kritik Sastra. Bandung:
Angkasa.
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.
Henry Guntur Tarigan. 1984. Prinsip-Prinsip
Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Herman J. Waluyo. 2001. Drama Teori
dan Pengajarannya. Yogyakarta :
Hanindita
http://www.kompas.com/kompascetak/0307/06/utama/412771.htm
Panuti Sudjiman. 1991. Memahami
Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Rachmat Djoko Pradopo. 1995. Prosa
Indonesia Modern Sebelum Perang Dunia
II. Yogyakarta:
PPPT UGM.
_________. 1995. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dn Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lampiran
Sinopsis
Drama “BOM WAKTU”
Asap yang terkumpul dalam suatu ruang tertutup semakin pekat
saja, karena dibiarkan terus mengumpul tanpa adanya satupun lubang ventilasi
untuk mengurangi serta mengurai kepekatan dalam ruang itu. Lalu apa yang
terjadi ketika ruang semakin pengap dan sesak saja? ya, sudah dapat dipastikan
bahwa ruangan itu beserta segenap isinya akan meledak. Dorongan mencari jalan
keluar adalah suatu yang alami. Letupan-letupan kecil sudah banyak terjadi;
kriminalitas yang semakin marak; bunuh diri yang menjadi trend; tawuran serta
gesekan antar warga atau kelompok masyarakat. Seakan menjadi suatu rangkaian
pertunjukan pembuka bagi acara utama.
Kurang lebih begitulah situasi yang dihadapi rakyat
Indonesia dewasa ini. Terhimpit akan beban hidup yang semakin mencekik,
sementara penghasilan tak jua meningkat, ini kalau boleh dikatakan ada cukup
lowongan pekerjaan. Walau pada kenyataan, negara gagal menciptakan kemakmuran
bagi rakyatnya. Biaya hidup sehari-hari semakin tinggi, biaya pendidikan
menjulang di langit ke tujuh, mendorong pengangguran semakin banyak. Semakin
banyak saja rakyat yang terperosok dalam jurang kemiskinan absolut yang semakin
dalam. Suatu kondisi yang nyaris tidak mungkin berubah sekeras apapun dia
bekerja seumur hidupnya. Ini adalah bahan berdaya ledak yang mengerikan jauh
lebih kuat melebihi nuklir sekalipun, tinggal dipicu oleh detonatornya saja.
Apakah memang tidak ada ventilasi dalam kehidupan berbangsa
kita? Jawabannya ada dan sudah ada sejak dulu. Indonesia adalah negara penganut
demokrasi, dimana rakyatlah pemilik kedaulatannya. Ini terbukti dengan adanya
pemilihan umum (pemilu) presiden dan legislatif, adanya lembaga-lembaga yang
mewakili rakyat dalam menentukan nasibnya. Bila rakyat sudah berdaulat
menentukan sendiri pemimpinnya, wakil-wakilnya, masa depannya, lantas kenapa
kondisi demikian masih dinyatakan sebagai bahan peledak berdaya ledak sangat
tinggi?
Potret nyata kehidupan buram rakyat yang ini semakin kontras dengan maraknya kasus korupsi pejabat dan wakil rakyat, bahkan para penegak hukum; polisi, jaksa, hakim, pengacarapun melakukan korupsi berjamaah. Para kalangan terhormat itu makin fasih saja bersandiwara membela kepentingan rakyat. Unggul jauh dari para bintang sinetron kawakan di televisi. 'Demi kepentingan rakyat, atas nama rakyat, semua untuk rakyat', tapi rakyat yang mana? anda berdiri di seblah mana dan bagi kepentingan siapa?
Potret nyata kehidupan buram rakyat yang ini semakin kontras dengan maraknya kasus korupsi pejabat dan wakil rakyat, bahkan para penegak hukum; polisi, jaksa, hakim, pengacarapun melakukan korupsi berjamaah. Para kalangan terhormat itu makin fasih saja bersandiwara membela kepentingan rakyat. Unggul jauh dari para bintang sinetron kawakan di televisi. 'Demi kepentingan rakyat, atas nama rakyat, semua untuk rakyat', tapi rakyat yang mana? anda berdiri di seblah mana dan bagi kepentingan siapa?
Inilah yang menjadi detonator atau pemicu dari bahan ledak
yang dahsyat tadi. Jika perilaku para pemimpin serta wakil rakyat tidak
berubah, kita tinggal menunggu hancurnya republik yang kita cintai ini. Memang
tidak hanya mereka yang harus berubah, tapi rakyat juga harus semakin cerdas
dan sadar sehingga tidak selalu dijadikan objek pembodohan dan eksploitasi dari
para penguasa yang cerdik namun culas. Tidak ada pihak yang akan memperjuangkan
kepentingan rakyat sejati, hanya rakyat itu sendiri yang harus memperjuangkan
kepentingannya sendiri. 'Tuhan tidak akan pernah merubah nasib suatu kaum
kecuali mereka sendiri yang berusaha merubahnya'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar