Dipinggiran
sungai, terlihat sesosok gadis belia sedang mengobok-obok air sungai yang
menguning. Uli namanya, nama yang aneh namun memiliki makna yang tersendiri.
Setiap orang yang melihat pertama akan berfikir kalau dia bukanlah gadis desa.
0rang-orang akan berfikir kalau dia
gadis kota yang singgah ke desa untuk sementara waktu. Tubuhnya yang
indah dengan tinggi yang semampai itu diselimuti kain katun dan jeans hitam.
Kulitnya yang putih, tangannya yang lembut, rambutnya tergerai hampir
sepinggangnya, bibir yang indah,hidung yang tajam serta mata yang jentik
semakin mempercantik dirinya.
Uli
adalah bunga desa di daerahnya. Namun, Uli tak ada bedanya dengan gadis-gadis
desa lainnya. Yakni, sama-sama mengecam pendidikan di sekolah yang sama dan
bekerja keladang seusai sekolah. Hanya saja mungkin Tuhan memberikan nilai
lebih dari teman-teman lainnya. Tangan sebelah kanannya menyentuh air sambil
termenung memandangi air yang keruh.
Uli
gadis belia berusia 19 tahun, diusianya yang masih muda dan subur ini seharusnya
ceria. Namun, akhir-akhir ini dia selalu berdiam diri dan tak ingin ada yang
mengusiknya. Wajahnya mendung seperti langit yang ingin meneteskan tetesan air
hujan. Tiba-tiba dia terjatuh dan tak sadarkan diri ke dalam sungai.
Orang-orang disekitar tersebut langsung berhamburan ke pinggir sungai
menolongnya.
Di
dalam alam sadarnya, dia bertemu dengan Dika dan sesosok wanita yang wajahnya
tak dapat dilihatnya dengan jelas. Dika adalah pria yang dapat meluluhkan
hatinya. Namun, siapa yang disisinya itu? Mungkinkah itu?. Tiba-tiba ada yang
menarik lengannya dan…
“Li,
bangun dong, ampe kapan sih kau terus kek gini?” Uli terbangun dari khayalan
suara itu sangat Uli kenal jelas dan dengan tanpa melihat gadis yang sebaya
dengannya itu duduk disebelah tempat tidur.
“arrghhh,
kau sar, sewot kali jadi orang…” ujarnya sambil membuka matanya.
“jangan
pake kalilah, banjir pulak nanti mukakku. Cukuplah mukakmuh tadi yang banjir
kena air sungai, hahahahaha”
Sara namanya, Emang teman yang satu ini selalu
buat onar dirumah Uli, teman yang tak pernah berhenti berkomat kamit sekaligus
teman yang selalu ada buatnya saat suka maupun duka. Mereka berteman dari mulai
Uli mengenal apa itu sekolah hingga sekarang Uli menduduki bangku kuliah. Cantik, periang, serta keibuan membuat pria
manapun takluk ditangannya.
“uli
, udahlah sedihnya, masih disininya aku. Ngapain sich kau masih mikirin sie
brengsek ntu? Yang jelas-jelas dia gak peduli ma kau. So, Gak ada gunanya dong
Cuma bikin kau sakit melulu…”
Mendengar
pernyataan Sara, Uli langsung teringat kisah dua tahun yang silam…
Crrrriiiiiiiiiiiiing…
Crrrrrrriiiiiiiinnnngg….
Pagi
yang indah disambut dengan senyuman, ditemani sepeda mini pemberian kakek Uli
mengelilingi kampung tempat keluarganya tinggal. Lokasinya memang tidak
mewah namun cukup membuat merasakan ada dipegunungan. Menyatu dengan alam dan
menabur benih persahabatan dengan semua tanaman. Taman Cinta,penuh dengah beribu jenis bunga serta ratusan kupu-kupu yang
menari kesana kesini. Hari-harinya indah
bersama kupu-kupu ditaman “,ahhh seandainya aku punya sayap, aku bakalan
terbang bersama mereka mengelilingi taman
ini dan bercanda tawa tanpa ada yang menghampiri” gumam
Uli.
Uli
berangan-angan sembari berputar-putar di tengan taman, tiba-tiba kakinya
tersandung oleh sesuatu dan arrggghhh…
“Siall….,
tangan dan kakiku terluka.” Sambil memegangi kedua kakinya.
“Perlu
bantuan?” sambil menyodorkan tangannya, tanpa basa basi dia menerimanya.
Inilah
kesan pertama yang membuat Uli tak bisa melupakannya . namanya adalah Andika ,
panggil saja Dika. Itu sebutan yang dia
terima sejak kecil, katanya sih..!! Dia merupakan sepupu dari Michael yang
berasal dari Jakarta. Kedatangannya kedesa tidak lain hanya ingin menghabiskan waktu
liburannya selama 2 bulan sebelum melanjut keperguruan Tinggi.
Semenjak
itu,mereka bersahabat dan sering jalan bersama, dimana ada Uli disitu ada Dika.
Hingga seluruh warga di kampung kakeknya sudah menganggap mereka pacaran.
Meskipun kenyataannya mereka hanya sebatas sahabat. Awalnya sih Uli biasa ja
bersamanya. Namun, semakin hari Uli semakin merasa ada kejanggalan dalam
dirinya. Ntah kenapa Uli semakin hilang kendali jika bersamanya. Uli merasa
bisa leluasa kalau berada disisi Dika, dia merasa terlindungi. Perhatinnya,kasih
sayangnya, membuat Uli betah disampingnya. Benih-benih ini pun mulai tumbuh
dihatinya, Uli menimbunnya namun tetap saja berakar mulus. Dan Uli juga
merasakan, perhatiannya pun mulai beda kepadanya.
Uli
makin tak dapat membatasi diri hingga akhirnya dia berencana mengungkapkan yang
sejujurnya tentang perasaannya. “Duh,
malunya jadi cewek….! Harus ngutarakan duluan, but whateverlah… yang penting
aku senang.. dari pada dipendam.” pikirnya.
Dia
pun mulai melangkahkan kaki kehadapan Dika, dan mencoba mengajak berbicara.
“hei,
Dika… sedang apa?”
“hei,
sedang memikirkan seseorang”
“oohh
ya?, siapa tuch?, ciiee ciiieeee, lagi falling
in love ea?” mencoba
menghibur diri sambil tertawa, kenyataannya harus menelan ludah. (arrrgghhh, pupus sudah
semua harapanku, ternyata sudah ada yang mengisi hati Dika. Tapi siapa ya yang
beruntung itu?)
“siapa
sich Ka?, boleh dong aku tahu siapa?” sambil menaring-narik lengannya.
“iiihhhh,
mengkek amat siech… gak boleh dibocorin,
ntar kau kasih tau pula ma yang laen,..”
“kok
gak bisa, seberapa penting sie dia dihidupmu? Sampai-sampai aku gak boleh tau?”
“sangat
penting Uli, nanti kalau sudah waktunya kamu pasti akan tahu. Jadi, bukan sekarang”
Dika pun pergi berlalu seiring dengan perginya angin.
Uli
bagai disambar petir. Hancur sudah semua harapannya, pupus sudah semua
angan-angannya. Sahabat tetap sahabat takkan bisa menjadi kekasih hidup. Tak sanggup
Uli menahannya, bulir-bulir air mata
pun mulai membasahi pipinya.
Dua
bulan berlalu,liburan Dika pun berakhir. Esok harinya dia harus kembali ke
Jakarta dan melanjutkan sekolahnya. Ntah kenapa Uli tak bisa menerimanya.
Disatu sisi dia ingin Dika didesa, disisi lain dia juga harus memikirkan
keluarganya Dika. Toch dia bukannya mau menetap disini. Akhirnya, Uli pun
memutuskan untuk dapat menerimanya denggan lapang dada meskipun harus
menyakitkan.
Sore
itu, tiba-tiba Dika datang kerumah dan meminta Uli menemaninya jalan.
“ayolah
Li, kau gak mau nemenin aku jalan-jalan di akhir liburan ku disini? Tutur dia
dengan penuh senyuman yang mempunyai seribu makna.
Uli
pun menerimanya meskipun pertamanya sok jual mahal, tapi kenyataannya emang
pengen. Hehehehe.
mereka
pun pergi dengan menaiki sepeda motor milik paman Sam, paman yang satu-satunya
keluarga Dika yang tinggal didesa. Mereka tiba ditempat tujuan yang tak lain
merupakan tempat pertama kali mereka dipertemukan. Yapp, Taman Cinta. Uli bingung kenapa
harus kesini? Mau apa?. Tanda Tanya mulai menyelimuti kepalanya. Dika turun
dari sepeda motor dan mematikan mesinnya. Uli pun mengikutinya turun.
“kita
mau ngapain disni Ka?” Tanya Uli
dengan serius tanpa basa-basi
Dika
yang melihat Uli, tidak begitu peduli. Dia langsung duduk diatas rerumputan dan
menatapi langi yang dibubuhi bintang-bintang. Uli duduk disampingnya. Hampir setengah
jam mereka hanya membisu, dia semakin penasaran, namun kedua bilalnya terasa
berat untuk berbicara.
“Uli…,”
Uli
menoleh kearah Dika yang memanggilnya secara lembut,
“besok
aku balik…, aku pengen ngomong yang sejujurnya sama mu kalau aku….”
dia terdiam, dan tak ingin melanjutkan perkataanya lagi.
“napa
Ka, ngomong aja, gak pigi pun aku dari sini”
dengan menarik nafas yang panjang, Dika pun
mulai melanjutkan perkataanya.
“aku
suka ma mu Li, Sumpah… aku belum pernah ngerasaiin yang seperti ini. jujur,
baru kali ini aku merasa ketakutan jauh dari seseorang. Dan aku belum bisa
menerimanya.” Dengan wajah tertunduk dia memegang tangan Uli erat.
(Ya
Tuhan, inikah jawaban dari semua pertanyaanku?)
Dengan
nada lesu dan tersenyum, “sejujurnya aku juga merasakan demikian entah kenapa hatiku terasa sakit melepaskan
kepergianmuh esok. Tak sanggup ku mengutarakannya kepadamu selama ini Dika.”
“Uli,
kamu mau kan menungguku?”
“menunggu?”
“ea,
menungguku datang kembali menjemput mu.
kau mau kan?”
“sampai
kapan”
“sampai kau tamat SMA, aku akan datang menjemputmu dan kita sama-sama kuliah di
Jakarta”
Uli
munundukkan kepala dan mengiyakannya. Dika pun tersenyum Sambil memberi satu kecupan manis dikeningnya.
Darahnya menjadi beku, sekujur tubuhnya terasa seperti diterpa badai yang
membuat dia merinding. Uli kedinginan. Dika pun mengetahuinya, seketika dia
memelukku erat dan tak ingin melepasnya.
Malam
yang paling terindah buat seorang gadis desa yang merasakan cinta pertama.
…………..
Setelah
Dika kembali, kami hanya dapat berkomunikasi melalui telepon seluler. Terkadang
dia yang pertama menghubungi, terkadang juga Uli yang mengingatkannya kalau di
pulau seberang ada yang menantinya. Namun belakangan, Dika mulai sibuk dan tak
bisa diganggu bahkan setiappesan yang Uli kirimkan tak pernah dibalas. Tapi Uli
tetap dengan pendiriannya, dia akan menunggunya.
Hari
yang dinantikan pun tiba, Uli melepaskan baju seragam SMA dan akan melanjutkan
studinya. Dika menelepon dan mengucapkan selamat serta meminta maaf karena tak
bisa menjemputnya. “aku masih sibuk Uli, maaf ea” teleponpun dimatikan. Huuffft,
mungkinkah dia sudah lupa? Uli mulai pasrah, tiba-tiba terpikirkan olehnya sesuatu
rencana. (Sebaiknya aku saja yang menemuinya di sana. Pasti dia senang, dan
kami bisa kuliah bersama. )
Uli
pergi kerumah pamannya dan meminta alamat Dika di Jakarta.
Esoknya Uli berangkat ke Jakarta
dengan harapan besar bisa bersama dengan Dika. Sesuai dengan alamat yang diberikan paman Sam, Uli
menelusuri kota Jakarta. Dengan kemahirannya dalam bertutur kata, Uli dapat
menjelajahi Jakarta tanpa sentuhan penjahat manapun. Dia melangkah setapak demi
setapak menyusuri lorong-lorong perumahan. Akhirnya dia menemukan rumah Dika,
dia pun mulai melangkahkan kaki ke gerbang rumah Dika.
Namun,
belum sempat dia mengetuk tiba-tiba dari dalam rumah keluar sepasang kekasih
yang cukup menarik perhatian Uli. Mereka saling mengadu cumbu bermesraan di
depan pintu. Wanita yang tinggi, cantik dan sangat modis dan disebelahnya ….?
Ya
Tuhan, mengapa begitu bodohnya aku?
Tanpa
pikir panjang Uli
melangkahkan kaki mendekati mereka. Tangan kanan Uli menarik tangan kiri Dika
dan Tangan kanannya dilayangkan Uli ke pipi Dika.
“kau
adalah laki-laki terhina yang aku
pernah kenal….,!!!”
Dika hanya terdiam membisu tanpa kata, Uli pun berlari
meninggalkan tempat kediaman Dika. Kejadian itu membukakan mata Uli bahwa Dika
bukanlah Pria baik-baik yang setia pada pendiriannya.
*******
Sejak
saat itu, hidup Uli semakin tak terkendali. Akhirnya dia melanjutkan Kuliahnya
di daerahnya dengan harapan dapat bertahan hidup meskipun hanya separuh jiwa.
“udahlah
Li, kau udah kuliah di Medan dengan jurusan yang di akui. Lulus dari situ, langsung
kerja. Udah cantik pinter lagi. Tapi kok gagal dalam percintaan ea?” ini menghibur apa mengejek sih?
“akkkhhh,percaya
sama kau sar bisa-bisa pindah agama…”
tutur Uli dengan nada kesal
“uuhhh,
gak ampe segitunya kaleee…”
“Aku sudah bertekad sar, buat ngelupain dia tapi kenangan
itu masih saja menghantuiku. Sar, kau masih mau kan mengingatkan aku agar aku
tidak kesandung kenangan itu lagi. Yah, sebagai teman satu-satunya yang selalu
ada didekatku, aku sangat butuh perhatianmu.”
“Uli, kita berteman dari mulai kita kecil. Dan aku tahu
kau seperti apa, sebagai teman yang peduli tarhadap temannya, apapun akan aku
lakukan buat mu selagi aku bisa. Aku gak akan berdiam diri melihatmu begini
terus Uli.”
“trimakasih sobat”