Selasa, 15 November 2011


Makalah


ANALISIS NASKAH DRAMA “BOM WAKTU” N.RIANTIARNO DENGAN PENDEKATAN STRUKTURALISME





KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Analisis Kajian Drama “BOM WAKTU” karya N. Riantiarno dengan Pendekatan Strukturalisme.”
            Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Muharina Harahap, S.S, M.Pd yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini. penulis juga berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan yang telah memberikan penulis motivasi dan dukungan hingga makalah ini dapat penulis selesaikan.
            Penulis menyadari bahwa dalam Makalah ini masih banyak kekurangan kalau dibaca lebih teliti,dan masih perlu penyempurnaan untuk masa mendatang. Oleh karena itu,segala tegur sapa dari semua pihak yang sifatnya membangun,akan penulis terima demi penyempurnaan makalah  ini. penulis berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
 Terima kasih.





                                                                                    Medan, Juni 2011
                       
                                                                                                Penulis










DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar.....................................................................................          i          
Daftar Isi..............................................................................................           ii
BAB I Pendahuluan.............................................................................          1
BAB II Pembahasan.............................................................................          2
A. Teori Strukturalisme Genetik ..............................................          2
B. Analisis Strukturalisme Genetik ..........................................          2
1. Kajian Unsur Intrinsik................................................        2
a. Tema...............................................................         2
b. Tokoh.............................................................         3
c. Plot.................................................................         4
                                    d.Latar................................................................        5
e. Amanat...........................................................         5
f. Gaya Bahasa …………………………………       6
                        2. Hubungan Karya sastra Pada Pengarang ……………       7
                                    a. Biografi Pengarang ………………………….       7
                                    b. Pengarang dengan karya sastra ……………...       7
BAB III Kesimpulan……………………………………………………      8
Daftar Pustaka …………………………………………………………       9
Lampiran ……………………………………………………………….       9



BAB I
PENDAHULUAN

Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya, artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran, refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri, dan masyarakat
Strukturalisme genetik (genetic structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Ini merupakan bentuk penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya. Konvergensi (keadaan menuju satu titik pertemuan) penelitian struktural dengan penelitian yang memperhatikan aspek-aspek eksternal sastra, dimungkinkan lebih demokrat (Endraswara Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta, 2003 : 55).
Secara definitif Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang.
Naskah drama “bom waktu” merupakan jenis naskah tragedi komedi karena dilihat dari prinsip-prinsipnya yaitu konyolnya tokoh utama dalam naskah ini (Julini) namun lemah, ceritanya konyol dan menghibur namun sarat krtitik sosial. Naskah ini masyarakat kecil yang tersingkir, hidup seperti belatung di comberan bau bacin. Mereka yang hanya bisa menatap bulan, memandang kenewahan dari balik etalase tokoh. Mereka yang dianggap najis, sumber maksiat, dan tanpa moral. Mereka yang selalu dilukai dan tak sanggup membalas, apalagi melukai.







BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme Genetik memiliki implikasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ulmu kemanusiaan pada umumnya. Secara definisi Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturalisme genetik.
Secara definitig Goldmann (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis, kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Secara definitif strukturalisme genetik Parus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjektransindividual, dan pandangan dunia.

B. Analisis/Kajian Strukturalisme Genetik
Naskah Drama Bom Waktu (Trilogi Opera Kecoa)
Karya Norbertus Riantiarno
Dalam naskah drama Norbertus Riantiarno yang berjudul Bom Waktu (Trilogi Opera Kecoa) kami mengkaji dengan pendekatan Struktural Genetik. Kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan ke dalam tiga langkah dan satu langkah adalah makna totalitas yaitu:
1. Kajian Unsur Intrinsik
a. Tema
Pengertian tema sebagai salah satu unsur karya sastra maupun untuk mendeskripsinya pernyataan tema yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita karya sastra.
Tema tentang ketidakadilan. Ketidakadilan dalam naskah drama Bom Waktu terlihat antara golongan kaya atau yang berkuasa dengan orang-orang yang bermukim di sekitar tempat pelacuran di bawah Tanggul sungai (golongan miskin).

b. Tokoh dan Penokohan
Analisis Tokoh dan Penokohan Naskah Drama “Bom Waktu”:
1. JULINI
tokoh Julini berjenis karakter: berkelamin laki-laki ,Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang pria yang mempunyai kepribadian seperti wanita dan memiliki penyimpangan sexual (berhubungan dengan Roima), ia memdambakan hubungannya dengan Roima dilegalkan melalui ikatan pernikahan. Ia juga memliki hubungan terlarang dengan Tibal walaupun hanya beberapa jam. Ia adalah seorang yang suka merayu, romantis, dan puitis.
2. ROIMA
Fisiologis tokoh Roima berjenis karakter: berkelamin laki-laki yang maco hingga Julini tergila-gila padanya. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang pria yang kasar dan cemburuan.
3. JUMINI
Fisiologis tokoh Jumini berjenis karakter: berkelamin wanita ,Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang “stress”, yang menipu perasaannya sendiri (“berpacaran” dengan bulan), seorang yang tidak menerima kenyataan bahwa suami dan anaknya telah meninggal.
4. KUMIS
Fisiologis tokoh Kumis berjenis karakter: berkelamin laki-laki, berkumis, tinggi besar. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang laki-laki/bagian aparat hokum yang suka menindas, memperlakukan tidak adil terhadap orang miskin yang bermukim di daerah sekita Tanggul sungai. Ini terlihat dari dialog halamam 131-135 dalam naskah drama Bom Waktu bagian pertama Trilogi Opera Kecoa. Ia juga seorang yang licik dan tidak bertanggungjawab.
5. BLEKI
Peran tokoh yang dimainkan Bleki termasuk ke dalam tokoh foil, mempunyai karakterter berbentuk flat (datar) karena dalam naskah drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita selalu mengikuti perintah Kumis.
Fisiologis tokoh Bleki berjenis karakter: berkelamin laki-laki berkulit hitam, ini dirujuk dari nama panggilannya dari Kumis. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang laki-laki yang menjadi bawahan Kumis, yang selalu manut apa yang dikatakan Kumis.
6. ABUNG
Peran tokoh yang dimainkan Abung termasuk ke dalam tokoh Raisoneur, mempunyai karakterter berbentuk round (bundar) karena dalam naskah drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita tokoh Abung hanya bermonolog sindiran.
7. TARSIH
Peran tokoh yang dimainkan Tarsih termasuk ke dalam tokoh deutragonis, mempunyai karakterter berbentuk round (bundar) karena dalam naskah drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena ia di dalam cerita merupakan seorang pelacur yang kemudian berubah nasib menjadi istri muda Camat yang hidupnya sudah bergelimang harta, tetapi kemudian ia kembali menjadi pelacur lagi karena dilabrak istri tua Camat. Fisiologis tokoh Tarsih berjenis karakter: berkelamin wanita cantik karena ia menjadi kembang di tempat pelacuran. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang mendambakan kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik.
8. KASIJAH
Peran tokoh yang dimainkan Tarsih termasuk ke dalam tokoh utility, mempunyai karakterter berbentuk flat (datar) karena dalam naskah drama Bom Waktu (bagian pertama Trilogi Opera Kecoa) karena awal sampai akhir cerita ia selalu berpihak kepada Julini dan Tarsih dan ia tidak menyukai aparat (Kumis) dan pejabat (Camat). Fisiologis tokoh Kasijah berjenis karakter: berkelamin wanita dan bekerja sebagai pelacur di tempat yang sama dengan Julini dan Tarsih bekerja. Sedangkan psikologisnya berkarakter seorang wanita yang pesimis dan pasrah dalam menjalani kehidupan sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).

c. Plot
Pada naskah drama Bom Waktu, menggunakan plot progresif (maju). Terlihat dari:
v Pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan
Di dalam cerita Bom Waktu menggunakan plot padat berdasarkan kriteria jumlah. Peristiwa-peristiwa dikisahkan susul-menyusul secara cepat. Di samping cerita disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat. Hubungan antar peristiwa juga terjalin secara erat. Antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain tidak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Setiap peristiwa yang ditampilkan terasa penting dan berperan menentukan dalam rangakaian cerita itu.
v Pembedaan plot berdasarkan kriteria jumlaah
Naskah Bom Waktu menggunakan plot sub-plot berdasarkan kriteria jumlah. Ini terlihat dari cerita dalam naskah itu memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur plot sub-plot berupa adanya sebuah plot utama (main plot) dan plot-plot tambahan(sub-subplot). Secara keseluruhan plot utama lebih berperan dan penting daripada sub-subplot itu. Sub-plot, hanya hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita “kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan cerita (Abrams, 1981: 138)

d. Setting atau Latar naskah drama Bom Waktu
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadi peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175).
Settingnya di:
-          Bawah jembatan Jakarta
-          Di atas tanggul sungai
-          Di gubuk Julini
-          Di dalam pos hansip
-          Di kantor pak camat


e. Amanat
Amanat yang disampaikan kepada golongan atas ( para pejabat pemerintahan) agar tidak memperlakukan rakyat miskin secara sewenang-wenang. Selain itu terdapat amanat yang tersirat pula, yaitu agar para pejabat (kecil maupun besar) tidak menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan untuk menindas rakyat miskin. Amanat yang disampaikan penulis (N.Riantriano) nampak menonjolkan untuk segi ekonomi, sosial budaya, dan politik.
Dari segi ekonomi, disimpulkan bahwa amanat yang ingin disampaikan penulis yaitu adanya ketimpangan antara golongan atas dengan rakyat miskin yang dikisahkan dengan masyarakat kecil yang sangat sulit mencukupi kehidupannya, sehingga bekerja sebagai pekerja seks komersil, tetapi golongan atas tidak memperdulikan hal tersebut, bahkan menindas rakyat miskain dengan menggunakan kekuasaannya.
Dari segi sosial budaya, amanat yang ingin disampaikan penulis yaitu agar jangan menganggap para pekerja seks komersil seperti sampah, tetapi kita harus melihat dan berpikir apa yang melatarbelakangi mereka bekerja sebagai pekerja seks komersil, dan bagaimana kita menyikapi penyimpangan norma adat, hukum, dan agama yang digambarkan penulis dengan tokoh banci yang diperankan oleh Julini, dengan sikap positif yang memerlukan pendekatan dalam menyikapinya dan bukan menganggap mereka bagai sampah yang kemudian menjadi “penyakit masyarakat”.
Selain itu ada juga makna yang ingin disampaikan penulis dari segi politik yang tersirat dengan pengarang ingin mengkritik pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari petikan dalam naskah. “Terima kasih sebesar-besarnya kepada mereka yang telah memungkinkan terselenggaranya pemilihan umum ini. Dengan berakhirnya pemilu yang telah berjalan dalam keadaan tertib-aman-damai-saling menghormati, dunia luar akan tahu bahwa negara kita adalah negara hokum yang telah menjalankan pesta demokrasi dengan sangat sukses…luber dan jurdil…”

f. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan N. Riantiarni dalam naskah drama Bom Waktu memakai gaya bahasa sehari-hari yang diperankan oleh setiap tokohnya. Namun ada beberapa bahasa serapan Inggris dan bahasa Belanda yang digunakan pada peristiwa-peristiwa tertentu, seperti kata stone yang dikatakan Bleki saat Kumis pingsan. Kata ben je gek (halaman 47) dalam bahasa Belanda dan Inggris yang berarti Komandan gila! yang dikatakan oleh penyanyi saat Kumis memaki nyanyian penyanyi itu.


2. Hubungan karya sastra dengan pandangan pengarang
a. Biografi Pengarang
Norbertus Riantiarno (lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949; umur 60 tahun), atau biasa dipanggil Nano, adalah seorang aktor, penulis, sutradara dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977). Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno. Nano telah berteater sejak 1965, di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Ia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada 1968.
Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. Hingga 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi. Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
b. Hubungan Pengarang dengan Karya Sastra
Jika dikaitkan hubungan pengarang (Norbertus Riantiarno) dengan karyanya (Bom Waktu) ada keterkaitan. Hal ini bisa dilihat dari latar belakang pengarang yang berasal dari keluarga yang tinggal di Pesisir yang umumnya perekonomiannya menengah kebawah. Jika di lihat dari latar belakang ini, tentulah pengarang tahu betul bagaimana keadaan atau kondisi yang di alami oleh masyarakat ekonomi menengah kebawah(miskin), tak terkecuali masyarakat miskin di Ibu Kota Jakarta yang dalam naskah ini yaitu masyarakat yang tinggal di daerah lokalisasi.






BAB III
KESIMPULAN

Naskah “bom waktu” karya N.Riantiarno merupakan naskah ya berkisah tentang masyarakat kelas bawah yang selalu tertindas dan ditindas yang hidup di gorong-gorong, di kolong jembatan, di kawasan kumuh yang jorok dan gelap dan selalu tersingkir. Jika dikaji melalui pendekatan struktural genetik naskah ini bisa mewakilkan keadaan social masyarakat kecil di Jakarta khususnya dan di Indonesia pada umumnya yang pada naskah ini diwakilkan oleh para pelacur dan waria. Dalam naskah ini pengarang yang memiliki latar belakang social sebagai kaum pesisir yang umumnya miskin benar-benar bisa menggambarkan bagaimana nasib rakyat kecil. Naskah ini sarat dengan kritik-kritik social, dan pengarang juga mengkritik pemerintah orde baru (kebijakan, aparat keamanan dan pejabat pemerintah) yang pada saat itu banyak merugikan rakyat kecil.

















DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Andy Asmara. 1983. Apresiasi Drama (Untuk SLA). Yogyakarta: CV Nur
Cahaya.
Andre Hardjana. 1993. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
________. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.
Henry Guntur Tarigan. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Herman J. Waluyo. 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta :
Hanindita
http://www.kompas.com/kompascetak/0307/06/utama/412771.htm
Panuti Sudjiman. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Rachmat Djoko Pradopo. 1995. Prosa Indonesia Modern Sebelum Perang Dunia
II. Yogyakarta: PPPT UGM.
_________. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dn Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.





Lampiran
Sinopsis Drama “BOM WAKTU”
Asap yang terkumpul dalam suatu ruang tertutup semakin pekat saja, karena dibiarkan terus mengumpul tanpa adanya satupun lubang ventilasi untuk mengurangi serta mengurai kepekatan dalam ruang itu. Lalu apa yang terjadi ketika ruang semakin pengap dan sesak saja? ya, sudah dapat dipastikan bahwa ruangan itu beserta segenap isinya akan meledak. Dorongan mencari jalan keluar adalah suatu yang alami. Letupan-letupan kecil sudah banyak terjadi; kriminalitas yang semakin marak; bunuh diri yang menjadi trend; tawuran serta gesekan antar warga atau kelompok masyarakat. Seakan menjadi suatu rangkaian pertunjukan pembuka bagi acara utama.
Kurang lebih begitulah situasi yang dihadapi rakyat Indonesia dewasa ini. Terhimpit akan beban hidup yang semakin mencekik, sementara penghasilan tak jua meningkat, ini kalau boleh dikatakan ada cukup lowongan pekerjaan. Walau pada kenyataan, negara gagal menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Biaya hidup sehari-hari semakin tinggi, biaya pendidikan menjulang di langit ke tujuh, mendorong pengangguran semakin banyak. Semakin banyak saja rakyat yang terperosok dalam jurang kemiskinan absolut yang semakin dalam. Suatu kondisi yang nyaris tidak mungkin berubah sekeras apapun dia bekerja seumur hidupnya. Ini adalah bahan berdaya ledak yang mengerikan jauh lebih kuat melebihi nuklir sekalipun, tinggal dipicu oleh detonatornya saja.
Apakah memang tidak ada ventilasi dalam kehidupan berbangsa kita? Jawabannya ada dan sudah ada sejak dulu. Indonesia adalah negara penganut demokrasi, dimana rakyatlah pemilik kedaulatannya. Ini terbukti dengan adanya pemilihan umum (pemilu) presiden dan legislatif, adanya lembaga-lembaga yang mewakili rakyat dalam menentukan nasibnya. Bila rakyat sudah berdaulat menentukan sendiri pemimpinnya, wakil-wakilnya, masa depannya, lantas kenapa kondisi demikian masih dinyatakan sebagai bahan peledak berdaya ledak sangat tinggi?
Potret nyata kehidupan buram rakyat yang ini semakin kontras dengan maraknya kasus korupsi pejabat dan wakil rakyat, bahkan para penegak hukum; polisi, jaksa, hakim, pengacarapun melakukan korupsi berjamaah. Para kalangan terhormat itu makin fasih saja bersandiwara membela kepentingan rakyat. Unggul jauh dari para bintang sinetron kawakan di televisi. 'Demi kepentingan rakyat, atas nama rakyat, semua untuk rakyat', tapi rakyat yang mana? anda berdiri di seblah mana dan bagi kepentingan siapa?
Inilah yang menjadi detonator atau pemicu dari bahan ledak yang dahsyat tadi. Jika perilaku para pemimpin serta wakil rakyat tidak berubah, kita tinggal menunggu hancurnya republik yang kita cintai ini. Memang tidak hanya mereka yang harus berubah, tapi rakyat juga harus semakin cerdas dan sadar sehingga tidak selalu dijadikan objek pembodohan dan eksploitasi dari para penguasa yang cerdik namun culas. Tidak ada pihak yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat sejati, hanya rakyat itu sendiri yang harus memperjuangkan kepentingannya sendiri. 'Tuhan tidak akan pernah merubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang berusaha merubahnya'.